Bagikan Artikel
Jakarta, 29 Oktober 2025 – Penolakan gugatan praperadilan para aktivis yang ditangkap pasca aksi massa Agustus Kelabu menjadi penanda yang tak bisa diabaikan. Satu tahun sejak dilantik, pemerintahan Prabowo–Gibran masih jauh dari janji Asta Cita 7, janji tentang penegakan hukum yang adil, transparan, dan bebas dari intervensi politik.
Yang terjadi justru sebaliknya. Hukum kembali tampil sebagai alat kekuasaan. Para aktivis yang bersuara kritis diperlakukan seperti ancaman, sementara aparat yang melakukan kekerasan terhadap peserta aksi dibiarkan tanpa konsekuensi. Situasi ini memperlihatkan bahwa reformasi hukum di tahun pertama pemerintahan baru bukan hanya tersendat, tetapi mandek. Sebuah kelanjutan dari pola lama yang diwariskan pemerintahan sebelumnya, yang menempatkan stabilitas di atas kebebasan, dan ketertiban di atas keadilan.
Dari situlah Yayasan Kurawal memandang perlu untuk membaca lebih dalam, ke mana arah perjalanan demokrasi Indonesia hari ini. Lewat laporan “Penilaian Kinerja Satu Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo–Gibran: Menakar Perjalanan Demokrasi”, Kurawal menilai tiga bidang yang menjadi barometer utama kualitas demokrasi: reformasi kepolisian, penanganan konflik di Papua, dan reformasi sektor hukum. Ketiganya bukan hanya soal kebijakan teknis, melainkan cermin dari cara negara memandang rakyatnya, apakah sebagai warga yang harus dilindungi, atau sekadar objek yang harus dikendalikan.
Di laporan ini, kami menyatakan bahwa perjalanan demokrasi Indonesia di tahun pertama Prabowo–Gibran berjalan padat tersendat.
Kurawal menegaskan bahwa penerbitan laporan ini bukan bagian dari ritual tahunan atau perlombaan merilis “rapor kekuasaan”. Laporan ini disusun untuk melengkapi bacaan yang ada, yang sudah terlebih dahulu dilakukan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil. Laporan ini kami susun untuk memahami bukan hanya apa yang telah dilakukan pemerintah, tetapi ke mana arah kekuasaan dibawa.
Bagi Kurawal, demokrasi bukan soal seberapa banyak undang-undang dibuat, tetapi sejauh mana hukum dan kebijakan menghadirkan rasa aman, adil, dan bermartabat bagi warga. Jika hukum terus dipakai untuk membungkam perbedaan, maka demokrasi akan tetap berjalan di tempat—padat, tersendat, dan kehilangan arah.
Menatap tahun kedua pemerintahan, Kurawal mendorong Presiden Prabowo untuk menepati ruh dari janji-janji yang ia sampaikan lewat Asta Cita, khususnya Asta Cita 1, 2, 7, dan 8: mengembalikan hukum pada keadilan, menempatkan keamanan di bawah kemanusiaan, dan membuka ruang bagi warga untuk bersuara tanpa rasa takut.
Presiden Prabowo, Anda bukanlah Joko Widodo. Berdiam dalam bayang-bayang tentulah nyaman, Namun anda dipilih dan dilantik tidak untuk bermain sandiwara. Saatnya Anda meretas arah kebijakan yang baru bagi Indonesia.