Bagikan Artikel

Tanpa Pembentukan TGPF Kasus Kerusuhan Agustus 2025, Keadilan Tak Akan Bisa Ditegakkan

Blog | 29 Sep 2025

“Pembungkaman Warga Bukanlah Penegakan Hukum.”

Setiap kali tragedi terjadi, selalu muncul dua versi cerita: versi negara  dan versi warga. Bukannya membuat terang perkara, dua cerita yang kerap berseberangan tersebut justru menebalkan kabut. Padahal, kita semua menginginkan hal yang sama: keadilan.

Tapi, keadilan tidak akan hadir tanpa kebenaran. Dan kebenaran tidak muncul dari klaim sepihak. Seluruh fakta harus diungkap bersama melalui penelisikan yang melibatkan perwakilan semua pihak yang berkepentingan: negara, masyarakat sipil, dan warga. Proses multi pihak yang terbuka dan transparan akan membukakan selubung kejadian, membangun pemahaman, dan menumbuhkan rasa percaya karena kita tidak lagi akan bersandar hanya pada prasangka, tudingan. maupun opini.

Ini bukan hal baru. Kita pernah punya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk kasus besar seperti kerusuhan Mei 1998, tragedi Kanjuruhan, bahkan pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Hasilnya memang tidak selalu memuaskan. Namun, setidaknya, TGPF mampu mengungkap hal-hal yang tak terlihat dalam penyelidikan resmi kepolisian. Kasus Munir membuktikan: keterlibatan kuasa hitam negara baru terbongkar lewat kerja bersama tim gabungan yang saat itu dibentuk.

Itulah yang kita butuhkan setelah aksi protes besar akhir Agustus 2025, yang diwarnai kerusuhan di Jakarta serta berbagai kota  di Indonesia. Sayangnya, sampai sekarang pemerintah terlihat enggan membentuk TGPF untuk kerusuhan pada akhir Agustus 2025. Alasannya sederhana: polisi sudah bekerja, orang-orang sudah ditangkap. “Jadi, daripada menunggu lama pembentukan TGPF, saya kira lebih baik kita menggunakan aparat penegak hukum yang ada sekarang. Lebih cepat bekerjanya daripada kita berlama-lama. Kecuali, misalnya, negara diam, tidak berbuat apa apa, baru dibentuk TPGF,” kata Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis, 11 September 2025.

Namun, keengganan ini menimbulkan pertanyaan besar. Alih-alih menunjukkan komitmen pada transparansi, pemerintah justru terkesan membiarkan polisi menggunakan proses hukum sebagai tameng untuk membungkam kelompok warga yang kritis. Hingga kini, setidaknya polisi telah menangkap dan menetapkan 959 orang sebagai tersangka atas tuduhan penghasutan dan pelaku kerusuhan—termasuk para aktivis yang menyuarakan protes. Sebuah aji mumpung!

Kita semua tahu, mengandalkan polisi saja tidak cukup karena mereka selalu ada di pihak negara. Melindungi, Mengayomi dan Melayani Masyarakat? Brimob melindas Affan Kurniawan hingga meninggal dunia. Kekerasan berlebihan oleh kepolisian saat penanganan aksi menyebabkan ribuan orang luka-luka, bahkan ada beberapa yang tewas. Tanpa TGPF, siapa yang bisa menjamin akuntabilitas aparat? Apalagi, kepercayaan publik terhadap polisi sedang di titik terendah. Menyerahkan sepenuhnya penyelidikan pada institusi yang kredibilitasnya dipertanyakan justru memperlebar jurang ketidakpercayaan..

Di sisi lain, TGPF bisa memperkuat kerja tim independen yang sudah ada—Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman, LPSK, dan Komisi Nasional Disabilitas. Tim-tim ini mampu mengumpulkan fakta, memanggil saksi, dan membuat rekomendasi. Tapi seringkali, hasilnya berhenti di dokumen tanpa daya paksa. TGPF hadir untuk menambal celah itu, memberi arah dan kekuatan tambahan agar temuan independen bisa lebih berdampak.

Secara konkret, TGPF bisa melakukan tiga hal penting:

1.    Menyatukan temuan independen menjadi satu narasi nasional
Fakta-fakta yang sebelumnya tersebar dan terfragmentasi bisa dikonsolidasikan menjadi gambaran utuh, agar publik dan pemerintah melihat keseluruhan cerita, bukan potongan-potongan yang terpisah.
2.    Memberi legitimasi dan tekanan politik
Dengan mandat resmi, fakta tidak berhenti sebagai rekomendasi di atas kertas, tapi menjadi konsensus nasional yang sulit diabaikan. Pengalaman menunjukkan, tanpa dukungan politik, penyelidikan independen sering mandek.
3.    Menangani isu sensitif yang dihindari lembaga resmi
Misalnya dugaan keterlibatan aparat negara. Tim independen punya kewenangan, tapi tetap terbatas jika pemerintah tidak proaktif. TGPF memberi ruang untuk mengungkap pertanyaan-pertanyaan “panas” yang biasanya luput dari perhatian lembaga resmi.

Jadi, TGPF bukan menggantikan kerja tim independen. Justru sebaliknya: fakta lapangan yang sudah dikumpulkan bisa diarahkan, serta diberi dorongan dan kapasitas untuk menembus tembok politik yang selama ini membuat rekomendasi stagnan.

Membentuk TGPF bukan soal prosedur. Ini ujian keberanian politik Presiden. Pilihannya jelas: membuka ruang partisipasi publik, menjamin transparansi, dan menegakkan hukum dengan adil—atau tetap diam, membiarkan tragedi ini menjadi luka yang tak pernah sembuh. Tanpa TGPF, fakta-fakta kunci tetap tersembunyi. Kebenaran sulit muncul, dan keadilan hanya jadi kata kosong. Semua orang ingin kebenaran, tapi tanpa tim gabungan yang kuat, itu mustahil.

Presiden Prabowo, saatnya Anda bertindak. Bentuk TGPF untuk tragedi Agustus 2025. Dengan itu, fakta akan terang, akuntabilitas dapat ditegakkan, dan keadilan baru benar-benar bisa terjadi. Tanpa TGPF, luka bangsa tetap terbuka, dan kebenaran tetap terkubur.

Jakarta, 29 September 2025

Sumber:
Anugrahanto, Nino Citra, Iqbal Basyari, dan Nina Susilo. “Presiden Urung Bentuk Tim Pencari Fakta Kerusuhan Agustus, Komitmen Proses Hukum Dipertanyakan.” Kompas.id. 17 September 2025. https://www.kompas.id/artikel/presiden-urung-bentuk-tim-pencari-fakta-kerusuhan-agustus-komitmen-proses-hukum-dipertanyakan 

Paraqbueq, Rusman. “Urgensi Tim Gabungan Pencari Fakta.” Tempo.co. 15 September 2025. https://www.tempo.co/politik/tgpf-untuk-demonstrasi-agustus-2025-2069850 

Saputra, Eka Yudha. ”Yusril Tolak Pembentukan TGPF Soal Kerusuhan di Demonstrasi Agustus.” Tempo.co. 11 September 2025. https://www.tempo.co/politik/yusril-tolak-pembentukan-tgpf-soal-kerusuhan-di-demonstrasi-agustus-2068860 

Schultz, Norman. “Join Fact-Finding.” Beyond Intractability. Juli 2003. https://www.beyondintractability.org/essay/joint-fact-finding

Trikarinaputri, Ervana. ”Kenapa TGPF yang Harus Menginvestigasi Demonstrasi Agustus?” Tempo.co. 15 September 2025. https://www.tempo.co/politik/desakan-pembentukan-tgpf-demonstrasi-2069848 
 

Senandika Lainnya