Konflik bersenjata yang berkepanjangan di Aceh telah meninggalkan dampak yang signifikan pada masyarakat, menjadikan mereka lebih permisif terhadap kekerasan. Kekerasan yang terjadi secara terang-terangan di masa lalu sering kali tidak ditindak secara hukum, dan kondisi serupa masih berlanjut hingga kini. Contohnya adalah kasus penganiayaan oleh polisi terhadap tahanan dan pembunuhan tanpa proses hukum saat penangkapan tersangka. Dalam lima tahun terakhir, hanya satu kasus pembunuhan tahanan oleh polisi di Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2018 yang diproses secara hukum, sementara kasus-kasus serupa lainnya belum ditindaklanjuti. Berkaca dari situasi itu, bisa dibilang bahwa rantai impunitas di Aceh masih kokoh.
Merespons kondisi itu, LBH Banda Aceh, didukung Kurawal, bekerja sama dengan media lokal Sinar Pidie, melaksanakan program Pendokumentasian Pelanggaran HAM, Bisnis Militer, dan Extra Judicial Killing. Program ini bertujuan mendokumentasikan dan mempublikasikan tiga isu utama: pelanggaran HAM masa lalu, pembunuhan di luar proses hukum oleh kepolisian, dan bisnis militer di sektor sumber daya alam. Pendokumentasian melalui liputan mendalam oleh media ini diharapkan mampu membangun memori kolektif tentang situasi kelam yang pernah terjadi di Aceh. Hasil pendokumentasian ini kemudian dihimpun dalam sebuah buku berjudul "Cerita-Cerita Setelah Damai," yang diluncurkan bersama diskusi publik pada 22 Mei 2024.
Penerbitan beragam liputan kolaborasi LBH Banda Aceh dan Sinar Pidie ini berkontribusi meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan oleh aparat negara, serta memicu diskusi penting dengan berbagai pihak, termasuk Komnas HAM, KKR Aceh, dan jurnalis. Publikasi hasil investigasi ini juga diharapkan dapat memperkuat kolaborasi pendokumentasian di masa depan dan membantu membangun dasar yang kuat untuk budaya anti-kekerasan di Aceh.

Baca hasil liputan investigasi LBH Banda Aceh dan Sinar Pidie bertajuk Cerita-Cerita Setelah Damai.