Bagikan Artikel
Sepuluh tahun terakhir bukan sekadar masa suram bagi gerakan masyarakat sipil. Ini adalah dekade ketika harapan dikooptasi, kritik dijinakkan, dan suara-suara perlawanan dibungkam dalam pelukan kekuasaan yang tampak progresif tapi sejatinya manipulatif. Janji perubahan dijadikan penenang, bukan penggerak. Kita ikut tertidur dalam mimpi yang ternyata bukan milik kita. Dan ketika mimpi itu runtuh, yang tersisa hanyalah kenyataan telanjang: sistem ini tak akan menyelamatkan siapa pun kecuali dirinya sendiri.
Tahun 2024 menegaskan pelajaran itu. Pemilu kehilangan maknanya sebagai ruang perubahan; aturan dimanipulasi, lembaga pengawas abai, dan rakyat dipaksa memilih di dalam panggung yang sudah ditentukan alurnya. Kita dijadikan penonton yang boleh bersorak, tapi tak pernah benar-benar didengar—seperti anak kecil yang menonton Dora the Explorer, penuh semangat memberi arah, padahal Dora tak pernah mendengar. Demokrasi menjelma pertunjukan interaktif yang rapuh: warga tampak dilibatkan, tapi sesungguhnya dibungkam.
Dari situ, satu hal menjadi jelas: perubahan tak akan datang dari atas. Jalan keluar hanya bisa dibangun dari bawah—dari orang-orang yang memilih untuk berkumpul, bertahan, dan melawan bukan karena yakin akan menang, tapi karena tak tahan lagi hidup di dunia yang tidak adil. Demokrasi yang sejati tumbuh dari pengalaman warga sehari-hari: dari rasa aman, dari keberanian bersuara, dari pengakuan terhadap martabat hidup yang sama.
Dalam suasana itulah Laporan Tahunan Yayasan Kurawal 2024 hadir, sebagai catatan dari kami yang masih memilih untuk tidak menyerah. Di laporan ini, kami meminjam kisah One Piece. Bukan karena kisah ini sedang viral, tapi karena di sana kami melihat cermin diri kita: masyarakat sipil yang, seperti kru Topi Jerami, datang dari latar dan luka berbeda, namun berlayar menuju tujuan yang sama—dunia yang lebih adil dan setara.
Laporan ini mendokumentasikan perjalanan Kurawal dan semua yang terlibat dalam jejaring kerjanya, seperti kru Topi Jerami yang masing-masing punya keahlian yang saling mengisi. Ada yang jago berstrategi dan navigasi, ada yang teguh berprinsip, ada pula yang memastikan semua orang kenyang dan terawat, hingga ada yang bergabung karena ingin menyembuhkan luka-luka lama.
Namun pelayaran ini tidak selalu tenang. Ia diterpa badai, disergap ragu, dan dihadapkan pada kenyataan bahwa dunia yang ingin diubah sering kali tampak terlalu besar untuk diguncang. Tapi justru di situlah kami belajar: bahwa idealisme tanpa keberanian hanyalah ilusi, dan solidaritas tanpa perlawanan tak lebih dari sekadar hiasan.
Di titik ini, kita—seperti halnya Luffy dan para kru Topi Jerami—tahu bahwa Pemerintahan Dunia tidak bisa direformasi. Ketika menyaksikan ketidakadilan, Luffy tidak menunduk atau bernegosiasi. Ia mengangkat tinjunya ke langit dan memerintahkan, “Sogeking, shoot down that flag!” Tindakan itu bukan tentang heroisme, melainkan tentang keberanian untuk menolak tunduk, untuk melindungi harapan agar tak punah.
Demokrasi yang kita perjuangkan pun demikian. Ia tak akan pulih dengan menunggu belas kasihan dari kekuasaan. Ia hidup ketika orang-orang yang belum menyerah saling menemukan, saling menjaga, dan berlayar bersama meski ombak kian tinggi. Kurawal tidak menawarkan panacea, tidak punya jawaban tunggal untuk semua persoalan. Tapi kami percaya, kekuatan lahir dari persekutuan—dari tangan-tangan yang gemetar tapi tetap menggenggam, dari langkah-langkah kecil yang saling menopang di tengah badai.
Dalam dunia yang makin sinis, mungkin bentuk perlawanan paling jujur hari ini adalah tetap percaya, meski agak naif, bahwa kita masih bisa menciptakan dunia yang lebih layak dihuni dan diwariskan.
Atau seperti yang pernah digumamkan Luffy: “No matter how hard or how impossible it is, never lose sight of your goal.”

| Judul | : | Laporan Tahunan 2024 Menegakkan Panji Topi Jerami: Arah Baru Gerakan Masyarakat Sipil Indonesia |
| Penulis | : | Yayasan Kurawal |
| Taggal rilis | : | 17 November 2025 |
| Jumlah Halaman | : | 55 halaman |
| Penerbit | : | Yayasan Kurawal |